Pages

Wednesday, May 1, 2013

Bunga Menur

Aku sedang berbicara dengan waktu.
Mengajak berdamai dentang jam 9 malam.
Diiringi gugurnya dua bunga matahari, ada cinta yang bersemi.
Bersemi merajut rasa yang terlalu publik diungkapkan dengan kata-kata.
Yang jelas, aku belum punya.
Sekarang, bulan jemput aku ke peraduan malam.
Bernostalgia dengan kisah seribu tawa segelak tangis yang dihadirkan pada masa kejayaan teras depan rumah.
Masa dimana ada seorang pengunjung tetap yang selalu memilih duduk di kursi kayu dekat pintu itu.
Dulu ada.
Ia pernah datang sesekali bersama bunga.
Bunga menur, katanya mirip dengan aku.
Wangi, putih, dan manis.
Terimakasih, balasku.
Aku selalu tersenyum menerima bunga itu.
Tak jarang, yang ia bawa hanya sekelopak.
Yang penting namanya masih bunga menur, katanya.




Sesingkat perjumpaan waktu itu, aku menulis dalam khayal..

1 comment: